Berbicara soal Cipete, tidak akan bisa dipisahkan dengan kultur kedai kopinya. Ada puluhan kedai kopi yang tersebar di distrik kreatif satu ini. Namun, ada satu kedai kopi yang bisa dikatakan menjadi ikon Cipete, yakni Toko Kopi Tuku.
Lalu bagaimana sebenarnya awal perjalanan Toko Kopi Tuku, kedai kopi dari Cipete yang kini sudah memiliki 46 cabang yang tersebar di area Jabodetabek dan Jawa Timur? Orang yang ada di balik semua itu adalah Andanu Prasetyo.
Tyo, sapaan akrab Andanu Prasetyo, bercerita bahwa dirinya pertama kali terjun ke industri kopi di tahun 2008. Alasan Tyo terjun ke industri kopi bisa dibilang sangat sederhana, yaitu karena ketertarikannya terhadap keberagaman jenis-jenis kopi di Indonesia.
Setelah terjun langsung ke industri kopi, Tyo mulai mulai merasakan kegelisahan karena bisnis kopi di Indonesia yang tidak berkembang dengan semestinya. Padahal, Indonesia termasuk salah satu negara produsen kopi terbesar di Indonesia.
Usaha pertama Tyo di Cipete sebenarnya bukanlah Toko Kopi Tuku, melainkan Toodz House, sebuah restoran yang ia dirikan tahun 2010.
Setelah sukses dengan Toodz House, Tyo masih berkeinginan untuk meningkatkan konsumsi kopi di Indonesia. Ia ingin mengeksplor cita rasa kopi yang disukai orang Indonesia dengan akses yang mudah dan harga terjangkau.
Pada tahun 2015, terdapat sebuah toko kecil di depan Toodz House. Tyo kemudian menyewa dan develop untuk diubah menjadi sebuah toko yang bisa memberikan ‘kesenangan’ untuk warga sekitar Cipete. Tempat itulah yang kemudian sekarang berkembang menjadi Toko Kopi Tuku.
Toko Kopi Tuku hadir dengan konsep Coffee-to-go. Konsep ini cocok untuk pergerakan harian masyarakat Jakarta yang cepat sehingga bagi pekerja kantoran yang tidak sempat minum kopi bisa mendapatkan kopinya dengan cepat.
Konsep lain yang coba dibawa Tyo lewat Toko Kopi Tuku adalah konsep ‘tetangga’, yang mana hal ini termanifestasi dalam salah satu menu andalan Toko Kopi Tuku, yakni Es Kopi Susu Tetangga.
Tyo mendapatkan konsep tetangga ini ketika dirinya bersilaturahmi ke Jogja dan Melbourne. Menurut Tyo, banyak kedai kopi yang bagus dan kopinya enak, tetapi pada akhirnya ‘tempat’ lah yang menyediakan kehangatan.
Toko Kopi Tuku sendiri coba didesain untuk tidak hanya menjadi sekedar bisnis yang viral saja, tetapi juga harus bisa memberikan kehangatan, terutama untuk para tetangganya.
Komunitas menjadi nilai penting yang dianut oleh Tyo agar bisnisnya terus berkembang. Semua masukan dari warga Cipete ia dengarkan agar ada peluang bisnis baru yang bisa ditawarkan di Cipete.
Menurut Tyo, berbahagia sendirian itu tidak asik. Justru yang seru itu kalau bisa membuat toko yang menyenangkan dan mendapatkan dapat apresiasi baik dari tetangga sekitar dan bisnisnya juga memiliki impact yang besar.
Selain Toko Kopi Tuku, MAKA Group juga menaungi Beragam, Toodz House, dan Futago.
Baru-baru ini, Tyo mendapat kesempatan masuk forty under forty dari Fortune. Selain sebagai tanda kredibilitas dan sebuah batu loncatan, ia berharap bisa membawa sesuatu yang baru dan berdampak besar.